Tambang Digenjot, Ikan dan Pala Cemburu


"Dahulu, ikan fundamen (karang) banyak di perairan Pulau Obi. Tapi sejak beroperasinya tambang disana, ikan susah di bisa."

Demikian papar Pak Iwan, seorang nelayan berumur kira-kira 45 tahun saat menanti bayaran hasil tangkap di salah satunya pasar tradisionil Pulau Bacan.

Bersama-sama dia, ada Pak Hafel serta Pak Gurdam. Saling nelayan yang sedang menanti hasil bayaran dari Pak Ridwan. Si pedagang grosir yang sejak dari barusan repot menulis tiap ikan yang ditimbang.
Senja mulai tiba, beberapa pedagang di Pasar Tembal ini repot tawarkan ikan dengan pekikan "Mari-mari cakalang, tude, momar, teri," Sahut-sahutan menarik pedagang demikian bising. Tidak sama dengan tadi siang yang cukup condong sepi.

Tawar-menawar tidak terhindar. Tangan gesit beberapa pedagang dengan parang-parangnya memperkecil ikan punya konsumen. Mereka tidak ingin repot membersikan lagi ikan saat sampai ke rumah. Cukup meningkatkan Rp3000-5000 ke pedagang.***

Pak Iwan duduk antara formasi kolboks memiliki warna orange. Lokasi yang dipakai untuk simpan ikan oleh pedagang. Sedang Pak Hafel serta Pak Gurdam duduk di depannya, di atas satu kursi simpel. Mereka bertiga bercengkerama seperti umumnya serta demikian cair.

Kopi yang sejak dari barusan mereka seruput tinggal 1/2 sebelum pak Ridwan mendekati mereka dna membayar.

"Hasil kurang e (ya), tara (tidak) umumnya?" papar Pak Ridwan yang seringkali di sapa om bos. Panggilannya ini sebab Pak Ridwan salah satu pedagang grosir besar serta dikenal juga untuk kepala pasar. Dia berperanan penting dalam rantai marketing ikan sampai ke Kota Ternate, Bitung, Manado, serta Surabaya.

"Ya ingin bagaimana, semenjak banjir tahun 2016 tempo hari deng (dengan) beberapa kapal tongkang serta kapal pengangkut sandar, ikan so (telah) setelah," papar Pak Gurdam.

Banjir yang dia tujuan akibatnya karena pembukaan tempat perusahaan kayu serta anak perusahaanya yang bergerak di tambang nikel lakukan eksplorasi besar di Kepulauan Obi yang terlalu berlebih hingga serapan air tidak lagi ada waktu hujan lebat

Terhitung 5 desa di terserang efek, yaitu Desa Laiuwi, Buton, Anggai, Air Mmangga, serta Desa Ake Gula. Kesibukan lumpuh keseluruhan, sawah, serta tempat masyarakat desa ikut juga jadi korban. Juga dengan gedung pemerintahan seumpama puskesmas, sekolah sampai polsek. Kira-kira 1.500 orang pindah. (1)


 

Postingan populer dari blog ini

A fruit results from the fertilizing and maturing of one or more flowers

figure ever willing to buck the system

Non-compliance with environmental standards